Sebagai seorang fans Iwan Fals, maka untuk artikel pertama ini, saya ingin berbagi tentang biografi Bang Iwan.
Oya, sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri dulu. Saya Nicko, asal Kalimantan Barat. Sebagai seorang fans Iwan Fals, saya memiliki album Iwan Fals dari tahun 1979 – 2010, sekitar 30 Album yang sudah saya koleksi. Dan saya berencana untuk membagikan lagu-lagu yang ada di album tersebut. Mungkin di artikel selanjutnya.
Berbicara komunitas Oi, saya sangat ingin bergabung dengan komunitas tersebut, apalagi jika dengan komunitas yang sering dikunjungi Iwan Fals. Hanya saja saya tidak tahu kepada siapa haris mengadukan hal ini, karena Jakarta dan Kalimantan itu bukanlah jarak yang dekat. Kalau pun saya datang di Jakarta dan mengaku sebagai Fans Iwan Fals, mereka tidak akan mungkin percaya begitu saja J. Bisa-bisa saya dianggap modus penipuan atau mungkin juga dianggap sebagai seorang yang mencari popularitas. Itu yang bikin susahnya. Lebih baik menjadi fans yang mengagumi dari jauh saja. hehe
Lanjut… Artikel ini, saya ambil atau saya copy dari blog-blog yang membahas tentang Iwan Fals, kemudian saya Copy dan Share lagi. Banyak sumber sebenarnya, jadi saya minta maaf jika saya tidak dapat mencantumkan sumber-sumbernya diakhir postingan ini.
Untuk tujuan, salah satu tujuan saya meng-copy dan share ulang artikel ini, pertama saya ingin memberi tahu kepada generasi muda khususnya untuk generasi muda yang mencintai lagu-lagu dari Iwan Fals, sekaligus saya juga ingin menyampaikan kepada mereka kalau masa kecil iwan Fals sampai terciptanya lagu-lagu indah yang dinyanyikan atau yang dibawakan oleh Iwan Fals itu tak seindah lagu-lagu cinta yang dinyanyikannya.
Untuk para fans Iwan fals, baik fans lamanya maupun fans baru (generasi muda) yang belum tahu tentang bagaimana perjalanan karir Iwan Fals, selamat membaca artikel ini.
Salam DKSH.
Iwan Fals:
"Aku lahir tanggal 3 September 1961. Kata ibuku, ketika aku berumur bulanan, setiap kali mendengar suara adzan maghrib aku selalu menangis. Aku nggak tau kenapa sampai sekarang pun aku masih gambang menangis. Biar begini-begini, aku orangnya lembut dan gampang tersentuh. Sebagai contoh, menyaksikan berita di televisi yang memberitakan ada orang sukses lalu medapatkan penghargaan atas prestasinya, aku pun bisa menangis. Melihat seorang ibu yang menunjukkan cinta kasihnya pada anaknya, juga bisa membuat aku tersentuh dan lalu menangis”
“Bicara perjalanan karir musikku, dimulai ketika aku aktif ngamen di Bandung. Aku mulai ngamen ketika berumur 13 tahun. Waktu itu aku masih SMP. Aku belajar main gitar dari teman-teman nongkrongku. Kalau mereka main gitar aku suka memperhatikan. Tapi mau nanya malu. Suatu hari aku nekat memainkan gitar itu. Tapi malah senarnya putus. Aku dimarahi”.
“Sejak saat itu, gitar seperti terekam kuat dalam ingatanku. Kejadian itu begitu membekas dalam ingatanku”.
“Dulu aku pernah sekolah di Jeddah, Arab Saudi, di KBRI selama 8 bulan. Kebetulan di sana ada saudara orang tuaku yang nggak punya anak. Karena tinggal di negeri orang, aku merasakan sangat membutuhkan hiburan. Hiburan satu-satunya bagiku adalah gitar yang kubawa dari Indonesia. Saat itu ada dua lagu yang selalu aku mainkan, yaitu Sepasang Mata Bola dan Waiya”.
“Waktu pulang dari Jeddah pas musim Haji. Kalau di pesawat orang-orang pada bawa air zam-zam, aku cuma menenteng gitar kesayanganku. Dalam perjalanan dalam pesawat dari Jeddah ke Indonesia, pengetahuan gitarku bertambah. Melihat ada anak kecil bawa gitar di pesawat, membuat seorang pramugari heran. Pramugari itu lalu menghampiriku dan meminjam gitarku. Tapi begitu baru akan memainkan, pramugari itu heran. Soalnya suara gitarku fals. "Kok kayak gini steman-nya?" tanyanya. Waktu itu, meski sudah bisa sedikit-sedikit aku memang belum bisa nyetem gitar. Setelah membetulkan gitarku, pramugari itu lalu mengajariku memainkan lagu Blowing in the Wind-nya Bob Dylan”.
“Waktu sekolah di SMP 5 Bandung aku juga punya pengalaman menarik dengan gitar. Suatu ketika, seorang guruku menanyakan apakah ada yang bisa memainkan gitar. Meski belum begitu pintar, tapi karena ada anak perempuan yang jago memainkan gitar, aku menawarkan diri. "Gengsi dong," pikirku waktu itu. Maka jadilah aku pemain gitar di vokal grup sekolahku”.
“Kegandrunganku pada gitar terus berlanjut. Saat itu teman-teman mainku juga suka memainkan gitar. Biasanya mereka memainkan lagu-lagu Rolling Stones. Melihat teman-temanku jago main gitar, aku jadi iri sendiri. Aku ingin main gitar seperti mereka. Daripada nggak diterima di pergaulan, sementara aku nggak bisa memainkan lagu-lagu Rolling Stones, aku nekat memainkan laguku sendiri. Biar jelek-jelek, yang penting lagu ciptaanku sendiri, pikirku”.
“Untuk menarik perhatian teman-temanku, aku membuat lagu-lagu yang liriknya lucu, humor, bercanda-canda, merusak lagu orang. Mulailah teman-temanku pada ketawa mendengarkan laguku”.
“Setelah merasa bisa bikin lagu, apalagi bisa bikin orang tertawa, timbul keinginan untuk mencari pendengar lebih banyak. Kalau ada hajatan, kawinan, atau sunatan, aku datang untuk menyanyi. Dulu manajernya Engkos, yang tukang bengkel sepeda motor. Karena kerja di bengkel yang banyak didatangi orang, dia selalu tahu kalau ada orang yang punya hajatan”.
“Di SMP aku sudah merasakan betapa pengaruh musik begitu kuat. Mungkin karena aku nggak punya uang, nggak dikasih kendaraan dari orang tua untuk jalan-jalan, akhirnya perhatianku lebih banyak tercurah pada gitar. Sekolahku mulai nggak benar. Sering bolos, lalu pindah sekolah”.
“Aku merasakan gitar bisa menjawab kesepianku. Apalagi ketika sudah merasa bisa bikin lagu, dapat duit dari ngamen, mulailah aku sombong. Tetapi sesungguhnya semuanya itu kulakukan untuk mencari teman, agar diterima dalam pergaulan”.
“Suatu ketika ada orang datang ke Bandung dari Jakarta. Waktu itu aku baru sadar kalau ternyata lagu yang kuciptakan sudah terkenal di Jakarta. Maksudku sudah banyak anak muda yang memainkan laguku itu. Malah katanya ada yang mengakui lagu ciptaanku”.
“Sebelum orang Jakarta yang punya kenalan produser itu datang ke Bandung, aku sebetulnya sudah pernah rekaman di Radio 8 EH. Aku bikin lagu lalu diputar di radio itu. Tapi radio itu kemudian dibredel”.
“Setelah kedatangan orang Jakarta itu, atas anjuran teman-temanku, aku pergi ke Jakarta. Waktu itu aku masih sekolah di SMAK BPK Bandung. Sebelum ke Jakarta aku menjual sepeda motorku untuk membuat master. Aku tidak sendirian. Aku bersama teman-teman dari Bandung: Toto Gunarto, Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul”.
“Kami lalu rekaman. Ternyata kasetnya tidak laku. Ya, sudah, aku ngamen lagi, kadang-kadang ikut festival. Setelah dapat juara di festival musik country , aku ikut festival lagu humor. Kebetulan dapat nomor. Oleh Arwah Setiawan (almarhum) lagu-lagu humorku lalu direkam, diproduseri Handoko. Nama perusahaannya ABC Records. Aku rekaman ramai-ramai, sama Pepeng (kini pembawa acara kuis Jari-jari, jadi MC, dll), Krisna, dan Nana Krip. Tapi rekaman ini pun tak begitu sukses. Tetap minoritas. Hanya dikonsumsi kalangan tertentu saja, seperti anak-anak muda”.
“Akhirnya aku rekaman di Musica Studio. Sebelum ke Musica, aku sudah rekaman sekitar 4 sampai 5 album. Setelah rekaman di Musica itu, musikku mulai digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani Willy Soemantri”.
Selesai…
Untuk reques lagu atau album Iwan Fals serta Kritik dan Saran
dikotak komentar, Terima Kasih. Salam DKSH