Sebelumnya saya sudah membuat artikel yang berjudul "Mengupas sejarah Mandau", dan untuk kali ini saya ingin membahas sejarah naik dango.
Untuk mengetahui sejarah atau awal mula naik dango ini tidak lepas dari mitos yang diwariskan secara turun menurun kepada generasi muda suku dayak, khususnya suku dayak yang ada di pulau Kalimantan. Karena segala sesuatu yang sudah menjadi budaya dari setiap suku pasti memiliki cerita yang menjadi kepercayaan suatu suku, sehingga bisa diadakan setiap tahun.
Untuk mengetahui sejarah atau awal mula naik dango ini tidak lepas dari mitos yang diwariskan secara turun menurun kepada generasi muda suku dayak, khususnya suku dayak yang ada di pulau Kalimantan. Karena segala sesuatu yang sudah menjadi budaya dari setiap suku pasti memiliki cerita yang menjadi kepercayaan suatu suku, sehingga bisa diadakan setiap tahun.
Untuk itu, sebelum lebih lanjut, saya sebagai admin dari blog ini ingin berbagi cerita mengenai asal usul naik dango tersebut melalui sebuah cerita atau sebuah mitos.
Cerita “Ne’ Baruakng Kulup” atau jika diartikan dalam bahasa Indonesia Ne’ Baruakng Kulup adalah “kakek Beruang yang belum disunat“ hehe
Cerita ini dimulai dari cerita sejarah atau asal mula padi, berasal dari setangkai padi milik Jubata di Gunung Bawang yang dicuri seekor burung pipit dan padi itu jatuh ke tangan Ne Jaek yang sedang mengayau (ngayo). Karena Ne Jaek ini tadi tidak mendapatkan buruan (ngayo), dia pun memilih untuk pulang hanya dengan membawa setangkai padi, sesampainya dirumah, karena hanya membawa setangkai padi (pada saat itu padi hanya dianggap sebagai rumput biasa), Ne’ Jaek di olok atau di ejek oleh masyarakat setempat.
Tujuan Ne’ Jaek membawa padi tersebut ke rumahnya adalah, dia ingin membudidayakan setangkai padi tersebut, namun usaha Ne’ Jaek mengusik warga. Beberapa warga yang tidak terima dengan usaha Ne Jaek, sehingga menyebabkan Ne Jaek diusir dari kampung tersebut.
Selang beberapa lama setelah diusir, ditengah perjalanannya ia bertemu dengan Jubata, berkenalan sampai menikah dengan Jubata.
Dari hasil perkawinannya dengan Jubata, lahirlah seorang anak yang bernama Ne Baruakng Kulup. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun pun berganti tahun, akhirnya Ne Barukng kulup ini menjadi seorang pemuda yang dewasa. Seiring dengan pertumbuhannya Ne Barukng Kulup ini sering turun ke bumi untuk bermain gasikng / gasing. Karena kebiasaannya ini, akhirnya Ne Barukng Kulup di usir dari gunung bawakng.
Akhirnya dia kawin dengan manusia, Nah.. Ne’ Baruakng Kulup inilah yang akhirnya membawa padi kepada Talino (dalam bahasa Indonesia talino adalah manusia) dan Ne’ Baruakng Kulup ini juga yang telah memperkenalkan beras dan nasi kepada manusia. Sebelum manusia mengenal padi atau beras, yang menjadi makanan pokok manusia di jaman itu ada kulat (jamur).
Nah… itu tadi adalah sebuah cerita singkat manusia mengenal padi dan menjadikannya sebagai makanan pokok pengganti kulat atau jamur (yang sebelumnya jamur inilah yang menjadi makanan pokok manusia).
Sekarang kita lanjut ke topic utama, yaitu sejarah Naik Dango suku dayak.
Makna Upacara Adat Naik Dango bagi masyarakat Suku Dayak yaitu:
- Sebagai rasa ungkapan syukur atas karunia Jubata kepada manusia karena telah memberikan padi sebagai makanan manusia.
- Sebagai permohonan doa restu kepada Jubata untuk menggunakan padi yang telah disimpan di dango padi, agar padi yang digunakan benar-benar menjadi berkat bagi manusia dan tidak cepat habis.
- Sebagai upacara penutupan tahun berladang
- Sebagai sarana untuk bersilahturahmi atau untuk mempererat hubungan persaudaraan.
Jangan sungkan untuk memberikan kritik dan saran. Kritik dan Saran dari teman-teman adalah sebuah dukungan untuk admin