Sebagian dari kalian mungkin sudah banyak yang mengetahui sejarah pakaian adat dayak atau awal mula pakaian adat dayak ini. Suku Dayak adalah salah satu suku besar yang ada di Indonesia. Untuk itu, Artikel yang berjudul "Sejarah pakaian adat suku dayak" ini adalah sebuah artikel yang akan membahas dan mengupas sejarah pakaian adat dayak itu sendiri.
Menurut cerita yang pernah saya alami ketika saya sampai ditanah Jawa, suku Dayak adalah suku yang tinggal di Hutan, banyak teman-teman saya yang menyakan hal itu kepada saya. Terus terang saya jawab "iya". Iya dalam arti bukan orang utan atau sejenisnya hehe. Jawab "iya" karena saya menyadari, tidak sedikit suku dayak yang yang ada di Kalimantan masih tinggal dipelosok, tidak ada listrik, kurangnya transportasi, serta kurangnya sarana untuk menambah informasi masa kini. Umumnya, suku dayak adalah salah satu suku yang masih dekat dengan alam. Sangat beruntung sekali untuk beberapa putra Dayak yang sejak lahir tumbuh dan berkembang dipasar dan di Kota.
Menurut cerita yang pernah saya alami ketika saya sampai ditanah Jawa, suku Dayak adalah suku yang tinggal di Hutan, banyak teman-teman saya yang menyakan hal itu kepada saya. Terus terang saya jawab "iya". Iya dalam arti bukan orang utan atau sejenisnya hehe. Jawab "iya" karena saya menyadari, tidak sedikit suku dayak yang yang ada di Kalimantan masih tinggal dipelosok, tidak ada listrik, kurangnya transportasi, serta kurangnya sarana untuk menambah informasi masa kini. Umumnya, suku dayak adalah salah satu suku yang masih dekat dengan alam. Sangat beruntung sekali untuk beberapa putra Dayak yang sejak lahir tumbuh dan berkembang dipasar dan di Kota.
Sejarah Kata atau nama Dayak.
Pada awalnya kata Dayak (daya') yang memiliki arti orang-orang yang berasal dari Hulu Sungai atau yang tinggal di bukit. Sebutan ini hanya merupakan sebutan kolektif dari orang-orang yang datang di Pulau Kalimantan atau Pulau Borneo untuk suku Dayak yang sudah diketahui sebagai suku asli yang ada di Pulau Kalimantan atau Pulau Borneo. Dan sebutan dengan istilah "dayak" ini juga pada saat itu hanya ditujukan kepada orang-orang yang non-muslim dan non-melayu yang tinggal di pulau Kalimantan.
Seiring berjalannya waktu istilah Dayak tersebut akhirnya dipakai sebagai identitas yang mempersatukan berbagai sub-suku yang ada di Pulau Kalimantan atau Pulau Borneo itu tadi.
Sejarah pakaian adat dayak
Beberapa ratus tahun yang lalu masyarakat Dayak sudah menciptakan atau membuat busana. Busana yang telah diciptakan oleh suku dayak pada waktu itu semuanya menggunakan bahan dasar serba kulit kayu. Untuk mendapatkan kulit kayu pada saat itu tidak terlalu sulit, karena Kulit kayu yang akan digunakan untuk pembuatan pakaian adat ini sebenarnya sudah ada di hutan yang ada didaerah tempat tinggal suku dayak tersebut. Kulit kayu ini kemudian ditempa menggunakan pemukul (semacam palu kayu) hingga menjadi lemas seperti kain.
Beberapa ratus tahun yang lalu masyarakat Dayak sudah menciptakan atau membuat busana. Busana yang telah diciptakan oleh suku dayak pada waktu itu semuanya menggunakan bahan dasar serba kulit kayu. Untuk mendapatkan kulit kayu pada saat itu tidak terlalu sulit, karena Kulit kayu yang akan digunakan untuk pembuatan pakaian adat ini sebenarnya sudah ada di hutan yang ada didaerah tempat tinggal suku dayak tersebut. Kulit kayu ini kemudian ditempa menggunakan pemukul (semacam palu kayu) hingga menjadi lemas seperti kain.
Setelah ditempa berulang kali, hingga kulit kayu dianggap halus, langkah selanjutnya kalit kayu yang sudah ditempa itu tadi kemudian dipotong seukuran yang dibutuhkan untuk pembuatan baju dan celana.
Pada waktu itu, model yang digunakan untuk pembuatan pakaian (yang saat ini sudah menjadi pakaian adat) sangatlah sederhana dan semata mata hanya untuk menutupi badan. Model bajunya hanya berupa rompi dan untuk model celananya hanya berupa cawat (celana dalam). Untuk warna, hanya berupa warna asli dari kulit kayu yang digunakan (warna coklat / warna kulit kayu yang sudah dikeringkan).
Jaman terus berubah, cara berdandanpun semakin maju, dari alamiah menuju dunia yang penuh warna. Seiring dengan berjalannya waktu, yang tadinya hanya menggunakan baju dan celana, masyarakat dayak memiliki hasrat untuk melengkapi penampilan mereka pada saat itu, sehingga mereka menciptakan beberapa aksesories berupa pengikat kepala, kalung (Bahan: biji-bijian, kulit kerang, gigi dan taring binatang) dan gelang (Bahan: Tulang binatang hasil buruan), sampai dengan tatto. Lagi-lagi bahan yang digunakan untuk pembuatan aksesories adalah bahan yang diambil dari alam.
Kesederhanaan pakaian kulit kayu itu kemudian memancarkan esensi keindahan karena imbuhan warna warni flora dan fauna yang ditambahkan sebagai pelengkap busana.
Pada perkembangan selanjutnya masyarakat Dayak pun mulai membubuhkan warna dan corak hias pada busana mereka. Bahan pewarna itu secara kreatif diolah dari alam sekitar.
Misalnya: warna hitam dari jelaga, warna putih dari tanah putih dicampur air, warna kuning dari kunyit dan warna merah dari buah rotan. Corak hias yang digambarkan pada busana juga diilhami oleh apa yang dilihat di alam sekelilingnya. Maka tampillah bentuk flora dan fauna, bunga, dedaunan, akar pohon, burung, harimau akar, dan sebagainya yang menjadi corak hiasan pakaian adat dayak.
Jaman terus berubah, cara berdandanpun semakin maju, dari alamiah menuju dunia yang penuh warna. Seiring dengan berjalannya waktu, yang tadinya hanya menggunakan baju dan celana, masyarakat dayak memiliki hasrat untuk melengkapi penampilan mereka pada saat itu, sehingga mereka menciptakan beberapa aksesories berupa pengikat kepala, kalung (Bahan: biji-bijian, kulit kerang, gigi dan taring binatang) dan gelang (Bahan: Tulang binatang hasil buruan), sampai dengan tatto. Lagi-lagi bahan yang digunakan untuk pembuatan aksesories adalah bahan yang diambil dari alam.
Kesederhanaan pakaian kulit kayu itu kemudian memancarkan esensi keindahan karena imbuhan warna warni flora dan fauna yang ditambahkan sebagai pelengkap busana.
Pada perkembangan selanjutnya masyarakat Dayak pun mulai membubuhkan warna dan corak hias pada busana mereka. Bahan pewarna itu secara kreatif diolah dari alam sekitar.
Misalnya: warna hitam dari jelaga, warna putih dari tanah putih dicampur air, warna kuning dari kunyit dan warna merah dari buah rotan. Corak hias yang digambarkan pada busana juga diilhami oleh apa yang dilihat di alam sekelilingnya. Maka tampillah bentuk flora dan fauna, bunga, dedaunan, akar pohon, burung, harimau akar, dan sebagainya yang menjadi corak hiasan pakaian adat dayak.
Jangan sungkan untuk memberikan kritik dan saran. Kritik dan Saran dari teman-teman adalah sebuah dukungan untuk admin
Berikanlah komentar yang membangun