Setelah kekalah hati nya, pada saat itu juga Raja melepas istri yang sangat disayanginya itu kepada pemuda Ria Sinir, ketika itu Sang Ratu Putri Tanjung Selimpat telah mengandung anak dari Raja Pulang pali VII, Raja Pulang Pali VII kemudian memberikan amanat kepada Sang Ratu Putri Tanjung Selimpat dan Ria Sinir mereka boleh melangsungkan perkawinannya apabila anak yang dikandung oleh Putri sudah lahir dan Raja berpesan apabila kelak anak yang dilahirkanya laki-laki agar diberi nama Raden Iswaramahayana.
Kemudian Raja Pulang Pali VII memberikan daerah dimana nantinya untuk pemuda Ria Sinir dan Putri Tanjung Selimpat bermukim. Namun Ria Sinir memilih untuk pergi ke daerah pedalaman (hutan) dan mendirikan pemukiman disana dengan mata pencaharian kehidupan sebagai perambah hutan alam dan bertani. Beberapa waktu berlalu kemudian lahirlah anak yang dikandung Putri Tanjung selimpat dari pernikahannya dengan Raja Pulang Pali VII, sesuai dengan amanat Sang Raja maka diberilah anak tersebut dengan nama Raden Iswaramahayana yang sekarang dikenal dengan nama Raden Ismahayana.
Setelah beberapa bulan kelahiran Raden Ismahayana yang mana merupakan anak dari pernikahan Putri Tanjung Selimpat dengan Raja Pulang Pali VII, barulah kemudian Putri Tanjung Selimpat dan Ria Sinir melangsungkan pernikahannya, dan kemudian dari hasil pernikahannya tersebut lahirlah seorang anak yang kemudian diberi nama Arya Kanu atau Ria kanuhanjaya.
Setelah Raden Ismahayana dewasa kemudian tinggal di Istana Kerajaan. Setelah Raja Pulang Pali VII mangkat maka naik tahtalah Raden Ismahayana sebagai pewaris Kerajaan Landak sebagai pengganti Ayah nya dan kemudian bergelar Raja Adipati Karang Tanjung Tua. Setelah bertahta di Kerajaan Landak Raden Ismahayana pun memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi Raden Abdulkahar. Maka dimulai dari sinilah proses perubahan yang baru yang mana dulu nya Kerajaan Landak ini kental dengan adat istiadat Hindu sesuai dengan pembawa serta pendiri raja-raja sebelumnya yang kemudian akhirnya berubah menjadi suatu Kerajaan yang bercorak Islam dimasa pemerintahan Raden Ismahayana atau Raden Abdulkahar.
Selama masa pemerintahan Raden Abdulkahar kemudian dipindahkanlah pusat kerajaan disekitar bawah bukit aliran sungai yang menuju sungai Landak, kemudian tempat ini dinamai dengan Ayu atau sekarang yang lebih dikenal dengan nama Mungguk. Setelah Ria Kunuhajaya dewasa dia tetap tinggal di lingkungan dimana ia dilahirkan, yakni anak dari pernikahan Putri Tanjung Selimpat dengan Ria Sinir, hingga dewasa Ria Kanuhanjaya meneruskan kehidupan transisi sosial mewarisi budaya-budaya lingkungan dimana Ayah dan Ibu nya merupakan penduduk pribumi setempat, Ria Kanuhanjaya, menjadi seorang yang berpengaruh dilingkungannya. Seiring berjalan waktu Raden Ismahayana (Raden abdulkahar) dan Ria Kanuhanjaya kedua saudara kandung namun beda ayah ini menjalin hubungan yang sangat erat, hidup berdampingan saling tolong menolong didalam kesehariannya.
Kutipan Tulisan Gusti Sulung lelanang, 1942 (Induk Lontar Kerajaan Landak) kemudian untuk Raden Ismahayana dan Ria Kanuhanjaya atas kebijaksanaan Nyi Limbai Sari yang merupakan anak dari Patih Wira Denta yang menjadi istri Raja dalam tujuh hari, maka didapatilah sebuah perjanjian perdamaian dengan Sumpah Buang Batu yang mengandung perjanjian dua belas perkara, yakni Bernikah dan Kawin Pengantin, Tepung Tawar Bunting (Hamil), Guring Kelapit (Kelahiran Bayi), Berayun, Gunting Rambut, Turun ke Air, Masuk Laminan, Bersunat (Khitanan), Membuat Rumah, Membuat Negeri, Membela Negeri (Perang), dan Kematian" Ria Kanuhanjaya pun berjanji akan membantu Raden Ismahayana untuk memenuhi syarat-syarat adat istiadat Perjanjian Dua Belas Perkara tersebut sampai kepada anak cucu mereka nantinya, kemudian dari pada tiap-tiap hal yang mengenai dua belas perkara tersebut, maka anak dari turunan Ria Kanuhanjaya harus memberi tiap-tiap pintu yakni Ayam seekor, Beras benar Segantang, Beras Ketan Segantang,dan Telur Ayam.
Perjanjian itu tidak saja diucapkan dengan mulut tetapi dikunci dengan Sumpah Buang Batu dimuara sungai simpang tiga depan Istana Kerajaan Landak (Raden Abdulkahar) sekarang di Munggu.
Pada perjanjian sumpah itu Ria Kanuhanjaya menyebutkan "Panca Laut salah Darat mati dan darat Salah Darat mati" Raden Ismahayana seorang yang bijakasana dan mengenal keadilan serta kebenaran mengetahui sumpah saudaranya seibu itu salah kemudian ditegurnya. "apakah salah Sumpah tersebut? "kata Ria Kanuhanjaya, " Ya" kata Raden Ismahayana, begini Adinda kalau "Laut Salah Laut Mati dan begitu juga kalau Darat Salah Darat Mati", kemudian Ria Kanuhanjaya berkata "oh kalah begitu tiada jadilah kita bersumpah", "bagaimana batu sudah dibuang kesungai" tanya Raden Ismahayana. "Kalau begitu biarlah batu itu kami selam". jawab Ria Kanuhanjaya.
Kemudian Ria Kanuhanjaya beserta kaumnya terjun kedalam sungai untuk mencari batu yang sudah dibuang. Setelah batu tiada diketemukan, maka Ria Kanuhanjaya berkata "Ya apa boleh buat sudah kehendak Jubata dan terpaksa kami Bangsa Darat mengaku " Sumpah Buang Batu". "Hai Adinda Aria, setia pada janji-janji itu adalah kemuliaan dan mahkota serta ksatria dalam dunia ini" kata Raden Ismahayana. Setelah selesai bersumpah Buang Batu di sungai Ria Kanuhanjaya pun bermohon diri pulang ke kampung nya di Jarikng dan menjadi kepala bangsa Dayak sampai pada turunan anak cucunya. Demikian juga dengan Raden Ismahayana setelah Ria Kanuhanjaya bermohon pulang, dengan diiringi istri serta perdana menterinya dan hamba rakyatnya untuk pulang ke Istananya di Munggu.
Dari sinilah selanjutnya terjadi asimilasi perkawinan yang menyebabkan masyarakat di Kerajaan Landak disebut Orang Laut atau suku Melayu yang mana tinggal disepanjang aliran sungai Landak dibawah pimpinan Adipati Karang Tanjung Tua (Raden Abdulkahar), sedangkan saudaranya sekandung namun beda ayah Ria Kanuhanjaya yang memilih lokasi pedalaman untuk bermukim atau tinggal, mengingat jiwa perambah hutan dan bertani yang mereka kuasai, dalam perkembangan selanjutnya disebut Orang Darat atau suku Dayak (Syafaruddin,2010).
Hingga silih berganti masa pemerintahan Raja yang memerintah di Kerajaan Landak, Saat pertama kali berdirinya Kerajaan Landak di Ningrat Batur oleh Ratu Sang Nata Pulang Pali I,maka setelah itu terjadi beberapa kali perpindahan pusat pemerintahan kerajaan landak, yang mana dulu nya pada masa pemerintahan Raden Abdulkahar pusat pemerintahan berada di Ayu atau Munggu, hingga pada masa pemerintahan Raden Kesuma Agung Muda (1703-1709) pusat pemerintahan Kerajaan Landak di pindahkan ke Bandong, kemudian masa pemerintahan Pangeran Sanca Nata Kesuma Muda yang merupakan Raja yang ke XVI pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Ngabang dan di Ngabang inilah merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Landak yang terakhir hingga sampai masa sekarang Landak, daerah ini pada dulu nya merupakan suatu kawasan yang stategis dimana pada saat itu merupakan jalur perniagaan dan perdagangan kerajaan-kerajaan di jawa di Nusa Tanjung Pura atau Kalimantan,dimasa pemerintahan Raden Ismahayana (Raden Abdulkahar) ketika pusat pemerintahan masih berada di Munggu.
Landak memiliki wilayah yang luas sepanjang wilayah kekuasaan kerajaannya, di daerah ini kaya akan barang tambang, di sepanjang aliran sungai Landak terdapat barang tambang seperti intan dan emas, pernah diketemukan sebuah intan di sepanjang aliran sungai Landak yang bernama Intan Kobi atau Intan Danau Raja yang ditemukan oleh Kiayi jaya Laga di masa pemerintahan Raden Sanca Nata Kesuma Tua (1714-1764) dimana intan tersebut memiliki berat 367 karat, pencarian intan dan emas di daerah Landak dilakukan oleh penduduk-penduduk setempat dengan cara mendulang atau dengan cara tradisional, yang mana dulu nya Intan Kobi ini merupakan benda pusaka Kerajaan Landak.
Hingga pada akhirnya Landak dengan ibu kota ngabang yang mana merupakan tempat pusat pemerintahan (keraton) yang terakhir di Kerajaan Landak dan tidak mengalami perpindahan lagi. Sesuai namanya Landak merupakan suatu daerah yang kaya akan barang tambang disepanjang aliran sungainya terbentang banyak intan dan emas, kemudian Ngabang dengan ibu kota Kerajaan Landak menjelma menjadi sebuah nama dengan sebutan sebagai kota intan.